Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis
Perkawinan adalah adalah salah satu dari sekian banyak sunah rasul yang sangat penting. Hal ini terbukti dari diturunkannya ayat-ayat muhakamah yang menjelaskan mengenai perkawinan ataupun pernikahan. Prosesi perkawinan sendiri memiliki beberapa syarat dan rukun secara syariat yang terdapat dari pad...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Arabic |
Published: |
Jurusan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2017-10-01
|
Series: | Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam |
Subjects: | |
Online Access: | http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ua/article/view/2223 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
_version_ | 1832569609437315072 |
---|---|
author | Tali Tulab |
author_facet | Tali Tulab |
author_sort | Tali Tulab |
collection | DOAJ |
description | Perkawinan adalah adalah salah satu dari sekian banyak sunah rasul yang sangat penting. Hal ini terbukti dari diturunkannya ayat-ayat muhakamah yang menjelaskan mengenai perkawinan ataupun pernikahan. Prosesi perkawinan sendiri memiliki beberapa syarat dan rukun secara syariat yang terdapat dari pada al-Qur’an dan Hadits. Dari sekian banyak syarat dan rukun perkawinan hal yang menjadi perbedaan pendapat antar ulama adalah mengenai hal wali nikah. Studi ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam rangka tercapainya tujuan dari studi ini. Pendapat Ulama Hanafiyah tentang wali nikah lebih sesuai dengan kesetaraan gender. Sebab menurut mereka wali nikah bukanlah syarat sah suatu perkawinan, tetapi sebatas syarat kamal atau kesempurnaan dengan catatan calon suami itu sepadan bagi wanita perwaliannya. Dalam pandangan demikian ini calon suami dan calon istri sebagai rukun utama (para pihak) yang akan mengikatkan diri dalam suatu perikatan yang agung dan sakral yaitu perkawinan dalam keadaan setara. Keduanya sebagai orang-orang yang dewasa dan berakal (berkecerdasan atau rusyd) adalah memiliki ahliyatul wujub (penerima hak) dan ahliyatul ada’ (cakap melakukan perbuatan hukum) sekaligus. Karena itu selama tidak ada halangan mereka berhak melakukan sendiri atau langsung akad nikah tanpa harus mendelegasikan pada orang lain, termasuk orang tua atau kerabat yang lain, termasuk orang tua atau kerabat yang lain. |
format | Article |
id | doaj-art-a6e961d63609489e8f6b27a9d7db00a2 |
institution | Kabale University |
issn | 2597-6168 2597-6176 |
language | Arabic |
publishDate | 2017-10-01 |
publisher | Jurusan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung Semarang |
record_format | Article |
series | Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam |
spelling | doaj-art-a6e961d63609489e8f6b27a9d7db00a22025-02-02T20:15:46ZaraJurusan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung SemarangUlul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam2597-61682597-61762017-10-011115216410.30659/jua.v1i1.22231888Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan FeminisTali Tulab0Universitas Islam Sultan Agung, SemarangPerkawinan adalah adalah salah satu dari sekian banyak sunah rasul yang sangat penting. Hal ini terbukti dari diturunkannya ayat-ayat muhakamah yang menjelaskan mengenai perkawinan ataupun pernikahan. Prosesi perkawinan sendiri memiliki beberapa syarat dan rukun secara syariat yang terdapat dari pada al-Qur’an dan Hadits. Dari sekian banyak syarat dan rukun perkawinan hal yang menjadi perbedaan pendapat antar ulama adalah mengenai hal wali nikah. Studi ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam rangka tercapainya tujuan dari studi ini. Pendapat Ulama Hanafiyah tentang wali nikah lebih sesuai dengan kesetaraan gender. Sebab menurut mereka wali nikah bukanlah syarat sah suatu perkawinan, tetapi sebatas syarat kamal atau kesempurnaan dengan catatan calon suami itu sepadan bagi wanita perwaliannya. Dalam pandangan demikian ini calon suami dan calon istri sebagai rukun utama (para pihak) yang akan mengikatkan diri dalam suatu perikatan yang agung dan sakral yaitu perkawinan dalam keadaan setara. Keduanya sebagai orang-orang yang dewasa dan berakal (berkecerdasan atau rusyd) adalah memiliki ahliyatul wujub (penerima hak) dan ahliyatul ada’ (cakap melakukan perbuatan hukum) sekaligus. Karena itu selama tidak ada halangan mereka berhak melakukan sendiri atau langsung akad nikah tanpa harus mendelegasikan pada orang lain, termasuk orang tua atau kerabat yang lain, termasuk orang tua atau kerabat yang lain.http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ua/article/view/2223Wali, Perkawinan, Feminis. |
spellingShingle | Tali Tulab Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Wali, Perkawinan, Feminis. |
title | Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis |
title_full | Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis |
title_fullStr | Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis |
title_full_unstemmed | Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis |
title_short | Tinjauan Status Wali dalam Perkawinan Berdasar Pendekatan Feminis |
title_sort | tinjauan status wali dalam perkawinan berdasar pendekatan feminis |
topic | Wali, Perkawinan, Feminis. |
url | http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ua/article/view/2223 |
work_keys_str_mv | AT talitulab tinjauanstatuswalidalamperkawinanberdasarpendekatanfeminis |