Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik

Hiper IgE (HIES) disebut juga sindroma Ayub adalah gangguan komplek imun primer yang ditandai dengan dermatitis atopik seperti dikulit yang berhubungan dengan peningkatan IgE serum yang sangat tinggi, dan kerentanan terhadap infeksi bakteri dan jamur. Kelainan non imun yang terjadi termasuk tampilan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Adrian Ramdhany, Raveinal Raveinal
Format: Article
Language:English
Published: Faculty of Medicine at Universitas Andalas 2019-01-01
Series:Jurnal Kesehatan Andalas
Online Access:http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/940
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
_version_ 1832572546999910400
author Adrian Ramdhany
Raveinal Raveinal
author_facet Adrian Ramdhany
Raveinal Raveinal
author_sort Adrian Ramdhany
collection DOAJ
description Hiper IgE (HIES) disebut juga sindroma Ayub adalah gangguan komplek imun primer yang ditandai dengan dermatitis atopik seperti dikulit yang berhubungan dengan peningkatan IgE serum yang sangat tinggi, dan kerentanan terhadap infeksi bakteri dan jamur. Kelainan non imun yang terjadi termasuk tampilan wajah yang khas, fraktur setelah truma ringan, skoliosis, hiperextensive sendi, dan retensi gigi sulung. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mutasi dominan terjadi pada sinyal tranduser dan aktivator transkripsi 3 (STAT 3), sedangkan defisiensi gen tirosin kinase 2 (TYK2) menyebabkan HIES autosomal resesif terkait dengan virus dan infeksi mikrobakteri. Dalam kedua kondisi tersebut, sinyal transduksi untuk beberapa toksin, termasuk IL-6 dan IL-23 adalah cacat, sehingga fungsi TH17 terganggu. Temuan ini menunjukkan bahwa cacat dalam sinyal sitokin merupakan dasar molekuler untuk kelainan imunologi dan nonimunologi yang diamati pada HIES. Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956, sebanyak 4 kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom Lyell. Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala klinis epidermolisis dengan gambaran histopatologi ‘nekrosis’. Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones) dan spesies Staphylococcus merupakan penyebab utama. Akibatnya, istilah-istilah seperti ‘staphylococcal-induced toxic epidermal necrolysis’ dan ‘drug-induced scalded skin syndrome’ menang selama beberapa dekade, tetapi sekarang dipisahkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Oleh karena itu nekrolisis epidermal toksik atau NET merupakan penyakit erupsi kulit yang umumnya timbul akibat obat-obatan dengan lesi berupa bulla, dengan penampakan kulit seperti terbakar yang menyeluruh.
format Article
id doaj-art-5de3359542ec44fba2d60126beeb238f
institution Kabale University
issn 2301-7406
language English
publishDate 2019-01-01
publisher Faculty of Medicine at Universitas Andalas
record_format Article
series Jurnal Kesehatan Andalas
spelling doaj-art-5de3359542ec44fba2d60126beeb238f2025-02-02T09:13:24ZengFaculty of Medicine at Universitas AndalasJurnal Kesehatan Andalas2301-74062019-01-0181S9810210.25077/jka.v8i1S.940813Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal ToksikAdrian Ramdhany0Raveinal Raveinal1Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam FK UnandSubbagian Alergi Imunologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unand/RSUP M Djamil PadangHiper IgE (HIES) disebut juga sindroma Ayub adalah gangguan komplek imun primer yang ditandai dengan dermatitis atopik seperti dikulit yang berhubungan dengan peningkatan IgE serum yang sangat tinggi, dan kerentanan terhadap infeksi bakteri dan jamur. Kelainan non imun yang terjadi termasuk tampilan wajah yang khas, fraktur setelah truma ringan, skoliosis, hiperextensive sendi, dan retensi gigi sulung. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mutasi dominan terjadi pada sinyal tranduser dan aktivator transkripsi 3 (STAT 3), sedangkan defisiensi gen tirosin kinase 2 (TYK2) menyebabkan HIES autosomal resesif terkait dengan virus dan infeksi mikrobakteri. Dalam kedua kondisi tersebut, sinyal transduksi untuk beberapa toksin, termasuk IL-6 dan IL-23 adalah cacat, sehingga fungsi TH17 terganggu. Temuan ini menunjukkan bahwa cacat dalam sinyal sitokin merupakan dasar molekuler untuk kelainan imunologi dan nonimunologi yang diamati pada HIES. Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956, sebanyak 4 kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom Lyell. Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala klinis epidermolisis dengan gambaran histopatologi ‘nekrosis’. Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones) dan spesies Staphylococcus merupakan penyebab utama. Akibatnya, istilah-istilah seperti ‘staphylococcal-induced toxic epidermal necrolysis’ dan ‘drug-induced scalded skin syndrome’ menang selama beberapa dekade, tetapi sekarang dipisahkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Oleh karena itu nekrolisis epidermal toksik atau NET merupakan penyakit erupsi kulit yang umumnya timbul akibat obat-obatan dengan lesi berupa bulla, dengan penampakan kulit seperti terbakar yang menyeluruh.http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/940
spellingShingle Adrian Ramdhany
Raveinal Raveinal
Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik
Jurnal Kesehatan Andalas
title Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik
title_full Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik
title_fullStr Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik
title_full_unstemmed Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik
title_short Hiper IgE dengan Nekrolisis Epidermal Toksik
title_sort hiper ige dengan nekrolisis epidermal toksik
url http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/940
work_keys_str_mv AT adrianramdhany hiperigedengannekrolisisepidermaltoksik
AT raveinalraveinal hiperigedengannekrolisisepidermaltoksik